"Singgasana Makan Tuan"
BELAKANGAN ini, aku hobi banget memanjati apa saja. Mulai dari sofa di ruang tamu, kursi di ruang tengah, tangga di ruang dapur, dipan di kamar Tante Devi, bahkan akuarium pun aku jadikan media mengasah "bakat alam" manjat-memanjat yang diwarisi ayah.
Atas ulahku ini, seisi rumah tentu saja ketar-ketir. Aku kudu diawasi detik per detik, biar gak terjadi apa-apa atas diriku. Hmm.. sayang banget ya, mereka...
Kebiasaanku memanjat ini, akhirnya disalurkan bunda dengan membelikan kursi plastik kecil sebagai "singgasana"ku untuk menjadi anak manis dan tidak grasa-grusu lagi manjatin sofa di ruang tamu. Sebagai barang baru, "singgasana" itu menjadi mainanku tiap harinya. Terkadang ketika seisi rumah asyik duduk di ruang tengah menonton TV, aku ikut nimbrung dengan duduk di "singgasana"ku sendiri.
Awal-awal perkenalan dengan "singgasana", ternyata tidak gampang untuk menjadi "penguasa" yang baik. Berkali-kali aku jatuh bangun dibuatnya, lantaran posisi naik yang salah dan tidak sebagaimana mestinya.
Guna mencegah agar kepalaku tidak benjol, bunda lantas menaruh "singgasana" itu di atas kasur ataupun matras. Di situlah aku belajar dan belajar untuk bisa menjadi pemilik "singgasana" yang baik. Berkali-kali jatuh, walaupun tidak sakit, tidak menyurutkan niatku untuk terus belajar. Hasilnya, sekarang aku sudah pandai menjadi "penguasa singgasana" yang baik. (***)